Weebly

Weebly adalah website berbasis blog, yang digunakan untuk pendidikan maupun bidang lain

Moh.Hatta

Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia.

Kebudayaan Mesolitikum

Ciri kebudayaan Mesolithikum tidak jauh berbeda dengan kebudayaan Palaeolithikum, tetapi pada masa Mesolithikum manusia yang hidup pada zaman tersebut.

Kebudayaan Megalitikum

Disebut kebudayaan Megalitikum sebab semua alat yang dihasilkan berupa batu besar. Kebudayaan ini kelanjutan dari Neolitikum karena dibawa oleh bangsa Deutero Melayu yang datang di Nusantara.

Kebudayaan Paleolitikum

Sejak kira-kira dua setengah juta tahun yang lalu umat manusia sudah berkembang kearah makhluk yang berbudaya.

ASEAN

ASEAN (Association of Southeast Asian Nations)

Jumat, 02 Mei 2014

Kebudayaan Paleolitikum


Sejak kira-kira dua setengah juta tahun yang lalu umat manusia sudah berkembang kearah makhluk yang berbudaya. Bukti-bukti yang ditemukan dibeberapa tempat, misalnya di dekat danau Turkana, di Kenya, dan di Etiopia Selatan dan Jurang Olduvai, yang masih berupa peralatan dari batu yang amat kasar, menandai permulaan zaman Paleolitikum Tua.

Pada masa ini mulai muncul peralatan dari batu yang lebih dikenal dengan tradisi peralatan Oldowan. Karakteristik tradisi alat ini adalah bahwa ia merupakan alat penetak untuk segala keperluan, cara pembuatannya dengan menggunakan system benturan, yaitu memukuli bahan baku dengan batu lain atau memukulkan bahan baku tersebut pada batu besar untuk melepaskan kepingan-kepingannya. Meskipun dalam segi hasil alat penetak ini masih amat kasar, tapi tradisi alat oldowan ini merupakan kemajuan teknologi yang penting bagi Hominida Purba. Mereka bisa lebih mudah mencari bahan-bahan makanan disaat alam mulai berubah.

Tradisi oldowan ini juga menandai salah satu waktu bahwa sesuatu jenis makhluk beradaptasi secara cultural dan tidak secara fisik kepada kondisi lingkungan. Alat – alat oldowan ini banyak ditemukan di tepi danau atau sungai di tengah-tengah padang rumput, dan ditemukan masih dalam situs yang sangat kecil, dan juga bahwa nereka hidup dalam kelompok-kelompok kecil yang masih berpindah-berpindah tempat. Adapun alat-alat zaman Peleolitikum Tua, termasuk tradisi peralatan oldowan banyak terdapat di jurang olduvai. Dalam perkembangan penetek oldowan berubah menjadi lebih canggih dan berkembang menjadi kapak genggam acheulean. Dalam periode ini mulailah terjadi diversivikasi kebudayaan peralatan, Homo Erectus tidak hanya membuat kapak genggam tapi juga menciptakan alat penyerut dan alat-alat kepingan, dan semua alat ini terbuat dari batu api. Keuntungan utama dari kemunculan alat ini adalah semakin banyak sumber daya alam yang dapat didayagunakan dalam waktu yang lebih singkat, dengan tenaga yang lebih sedikit, dan dengan tingkat efisiensi yang lebih tinggi. Dalam zaman Acheulean yang lebih mudah, di dunia barat dikembangkan dua tehnik pembuatan peralatan , yang menghasilkan kapak yang lebih tipis dan lebih canggih dengan bagian mata yang lebih lurus dan lebih tajam. Metode tongkat memanfaatkan pemukul dari tulang atau tanduk rusa untuk memukul tepi gumpala batu api, sedangkan metode bidang pukulan berfungsi untuk membuat kapak yang lebih tajam dan lebih tipis.

Peradaban Homo Erectus semakin berkembang dengan ditemukannya penggunaan api, karena bisa dipastikan dengan kemampuan mereka menggunakan api memungkinkan mereka untuk berpindah ke daerah-daerah yang lebih dingin. Transisi kebudayaan Hominida antara Homo Erectus dan Homo Sapiens tidak banyak brubah dari pendahulu mereka. Homo Sapiens Primitif tetap menggunakan tradisi peralatan acheulean sampai beberapa ribu tahun. Akan tetapi menjelang dua ratus ribu tahun yang lalu orang mulai menggunakan teknik Levalloision untuk membuat peralatan.


B. ZAMAN PALEOLITIKUM MADYA
Zaman Paleolitikum Madya ditandai oleh munculnya manusia Neanderthal. Di zaman ini muncul tradisi baru, trdisi Mousterian, yaitu trdisi pembuatan peralatan dari manusia Neanderthal di Eropa, Asia Barat Daya, dan Afika Utara, yang menghasilkan alat-alat kepingan yang lebih tipis daripada alat kepingan Levalloisian. Banyak situs Neandhertal yang menunjukan bahwa pada masa ini telah adanya kepercayaan dan upacara keagamaan, misalnya di goa Shanidar di Irak terdapat bukti bahwa adanya penguburan disertai dengan upacara kematian. Yang paling umum terdapat di situs-situs Mousterian adalah bukti mengenai pemujaan binatang, khusasnya pemujaan beruang gua. Situs-situs Mousterian yang menghasilkan sejumlah artifak yang bersifat lambang murni.

C. ZAMAN PALEOLITIKUM MUDA
Bukti –bukti arkeologis menunjukkan bahwa teknik pembuatan peralatan kebudayaan zaman Paleolitikum Muda di Eropa dan Asia barat merupakan perkembangan dari tradisi Mousterian yang sebelumnya. Peralatan meraka semakin berkembang dengan pesat,di zaman Paleolitikum Muda mereka telah menemukan panah, pelempar tombak dan pisau batu. Dua alat yang pertama memungkinkan mereka dalam hal penyempurnaan teknik perburuan dan mengurangi resiko bagi si pemburu saat berburu binatang buas.

Pada Paleolitikum Muda dikenal dua teknik untuk membuat peralatan, teknik pisau adalah teknik pembuatan alat batu dengan memukul lepas kepimgan –kepingan panjang secara paralel dari sisi sebuah gumpalan batu yang sudah dipersiapkan secara khusus, sedangkan teknik tekanan adalah teknik pembuatan alat batu dengan menggunakan alat tulang, tanduk rusa, atau kayu yang ditekan dan tidak dipukulkan untuk melepaskan kepingan –kepingan kecil –kecil dari sebuah batu api. Ada juga sebuah alat yang bernama pahat, yaitu alat alat batu yang bagian matanya menyerupai pahat, berfungsi untuk menggarap tulang, tanduk rusa dan sejenisnya . Kegunaan penemuan busur tidak hanya menyempurnakan teknik berburu saja, tapi busur juga bisa digunakan untuk membuat alat musik.

Pada masa ini kita tidak bisa hanya membahas tentang satu kebudayaan tuinggal saja, karena telah adanya penyebaran manusia purba keberbagai pelosok bumi,yang mana disetiap sisinya memiliki alam yang berbeda yang menimbulkan tradisi yang berbeda pula.

Kebudayaan Megalitikum

Disebut kebudayaan Megalitikum sebab semua alat yang dihasilkan berupa batu besar. Kebudayaan ini kelanjutan dari Neolitikum karena dibawa oleh bangsa Deutero Melayu yang datang di Nusantara. Kebudayaan ini berkembang bersama dengan kebudayaan logam di Indonesia, yakni kebudayaan Dongson. Ada beberapa alat dan bangunan yang dihasilkan pada zaman kebudayaan Megalitikum.

1) Menhir
Menhir adalah tiang tugu batu besar yang berfungsi sebagai tanda peringatan suatu peristiwa atau sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang. Daerah penemuannya di Sumatra Selatan dan Kalimantan.

2) Dolmen
Dolmen adalah meja batu besar yang biasanya terletak di bawah menhir tempat meletakkan sesaji. Daerah temuannya di Sumba, Sumatra Selatan, dan Bondowoso (Jawa Timur).

3) Keranda (sarkofagus)
Keranda adalah peti mati yang dibuat dari batu. Bentuknya seperti lesung dan diberi tutup dari batu. Daerah temuannya di Bali.

4) Peti kubur batu
Peti kubur batu merupakan kuburan dalam tanah yang sisi-sisi, alas, dan tutupnya diberi papan dari lempeng batu. Peti kubur batu ini banyak ditemukan di Kuningan, Jawa Barat.

5) Punden berundak
Punden berundak merupakan bangunan dari batu yang disusun bertingkat-tingkat (berundak-undak). Fungsinya sebagai bangunan pemujaan roh nenek moyang yang kemudian menjadi bentuk awal bangunan candi. Bangunan punden berundak adalah bangunan asli Indonesia.

6) Waruga
Waruga adalah kubur batu yang berbentuk kubus atau bulat. Waruga biasanya dibuat dari batu utuh. Daerah temuannya di Sulawesi Tengah dan Utara.

7) Arca
Arca-arca megalit merupakan bangunan batu besar berbentuk binatang atau manusia yang banyak ditemukan di dataran tinggi Pasemah, Sumatra Selatan yang menggambarkan sifat dinamis. Contohnya Batu Gajah, sebuah patung batu besar dengan gambaran seorang yang sedang menunggang binatang dan sedang berburu.

Pada zaman Batu Besar dikenal kebiasaan-kebiasaan berikut.

1) Pemujaan matahari
Di Indonesia, matahari dipuja sebagai matahari, bukan sebagai dewa matahari seperti di Jepang.

2) Pemujaan dewi kesuburan
Dapat kita lihat di candi Sukuh dan candi Ceto sebagai lambang kesuburan. Di Jawa, pada umumnya Dewi Sri dipuja sebagai dewi kesuburan dan pelindung padi.

3) Adanya keyakinan alat penolak bala (tumbal)
Biasanya dengan menanam kepala kerbau di tengah bangunan atau tempat tertentu, maka akan terlindungi dan terbebas dari marabahaya.

4) Adanya upacara ruwatan
Upacara ruwatan adalah upacara untuk mengembalikan orang atau masyarakat kepada kedudukan yang suci seperti semula, misalnya, anak tunggal, anak kembar, pandawa lima, dan bersih desa.

Kebudayaan Mesolithikum




Ciri kebudayaan Mesolithikum tidak jauh berbeda dengan kebudayaan Palaeolithikum, tetapi pada masa Mesolithikum manusia yang hidup pada zaman tersebut sudah ada yang menetap sehingga kebudayaan Mesolithikum yang sangat menonjol dan sekaligus menjadi ciri dari zaman ini yang disebut dengan kebudayaan Kjokkenmoddinger dan Abris sous Roche.
Kjokkenmoddinger adalah istilah yang berasal dari bahasa Denmark yaitu kjokken artinya dapur dan modding artinya sampah jadi Kjokkenmoddinger arti sebenarnya adalah sampah dapur. Dalam kenyataan Kjokkenmoddinger adalah timbunan atau tumpukan kulit kerang dan siput yang mencapai ketinggian ± 7 meter dan sudah membatu/menjadi fosil. Kjokkenmoddinger ditemukan disepanjang pantai timur Sumatera yakni antara Langsa dan Medan. Dari bekas-bekas penemuan tersebut menunjukkan bahwa manusia purba yang hidup pada zaman ini sudah menetap. Tahun 1925 Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya banyak menemukan kapak genggam yang ternyata berbeda dengan chopper (kapak genggam Palaeolithikum).
Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit kerang tersebut dinamakan dengan pebble atau kapak Sumatera (Sumatralith) sesuai dengan lokasi penemuannya yaitu di pulau Sumatera.
Untuk dapat mengetahui bentuk dari kapak Sumatera silahkan Anda amati gambar
1.5 berikut ini.

Gambar 1.5
Setelah Anda mengamati gambar 1.5 coba Anda bandingkan pebble dengan chopper maupun dengan flakes! Bagaimana menurut pendapat Anda?
Bentuk pebble seperti yang Anda lihat pada gambar 1.5 dapat dikatakan sudah agak sempurna dan buatannya agak halus. Bahan untuk membuat kapak tersebut berasal dari batu kali yang dipecah-pecah. Selain pebble yang ditemukan dalam Kjokkenmoddinger juga ditemukan sejenis kapak tetapi bentuknya pendek (setengah lingkaran) yang disebut dengan Hache Courte atau kapak pendek. Kapak ini cara penggunaannya dengan menggenggam.
Di samping kapak-kapak yang ditemukan dalam Kjokkenmoddinger juga ditemukan pipisan (batu-batu penggiling beserta landasannya). Batu pipisan selain dipergunakan untuk menggiling makanan juga dipergunakan untuk menghaluskan cat merah, bahan cat merah yang dihaluskan berasal dari tanah merah.
Dari uraian tersebut tentu timbul suatu pertanyaan untuk apa fungsi cat merah?
Mengenai fungsi dari pemakaian cat merah tidak diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan bahwa cat merah dipergunakan untuk keperluan keagamaan atau untuk ilmu sihir.
Kecuali hasil-hasil kebudayaan, di dalam Kjokkenmoddinger juga ditemukan fosil manusia yang berupa tulang belulang, pecahan tengkorak dan gigi, meskipun tulangtulang tersebut tidak memberikan gambaran yang utuh/lengkap, tetapi dari hasil penelitian memberikan kesimpulan bahwa manusia yang hidup pada masa Mesolithikum adalah jenis Homo Sapiens.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------


Abris Sous Roche adalah goa-goa yang yang dijadikan tempat tinggal manusia purba pada zaman Mesolithikum dan berfungsi sebagai tempat perlindungan dari cuaca dan binatang buas. Penyelidikan pertama pada Abris Sous Roche dilakukan oleh Dr. Van Stein Callenfels tahun 1928-1931 di goa Lawa dekat Sampung Ponorogo Jawa Timur.
Alat-alat yang ditemukan pada goa tersebut antara lain alat-alat dari batu seperti ujung panah, flakes, batu pipisan, kapak yang sudah diasah yang berasal dari zaman Neolithikum, serta alat-alat dari tulang dan tanduk rusa.
Di antara alat-alat kehidupan yang ditemukan ternyata yang paling banyak adalah alat dari tulang sehingga oleh para arkeolog disebut sebagai Sampung Bone Cul-ture/kebudayaan tulang dari Sampung. Karena goa di Sampung tidak ditemukan Pebble ataupun kapak pendek yang merupakan inti dari kebudayaan Mesolithikum. Selain di Sampung, Abris Sous Roche juga ditemukan di daerah Besuki dan Bojonegoro Jawa Timur. Penelitian terhadap goa di Besuki dan Bojonegoro ini dilakukan oleh Van Heekeren.
Di Sulawesi Selatan juga banyak ditemukan Abris Sous Roche terutama di daerah Lomoncong yaitu goa Leang Patae yang di dalamnya ditemukan flakes, ujung mata panah yang sisi-sisinya bergerigi dan pebble. Di goa tersebut didiami oleh suku Toala, sehingga oleh tokoh peneliti Fritz Sarasin dan Paul Sarasin, suku Toala yang sampai sekarang masih ada dianggap sebagai keturunan langsung penduduk Sulawesi Selatan zaman prasejarah. Untuk itu kebudayaan Abris Sous Roche di Lomoncong disebut kebudayaan Toala.
Selain di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, Abris Sous Roche juga ditemukan di daerah Timor dan Rote. Penelitian terhadap goa tersebut dilakukan oleh Alfred Buhler yang di dalamnya ditemukan flakes dan ujung mata panah yang terbuat dari batu indah.
Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa zaman Mesolithikum sesungguhnya memiliki 3 corak kebudayaan yang terdiri dari:
a. Kebudayaan pebble/pebble culture di Sumatera Timur.
b. Kebudayaan tulang/bone culture di Sampung Ponorogo.
c. Kebudayaan flakes/flakes culture di Toala, Timor dan Rote.
Ciri-ciri
Kebudayaan

Lokasi
Penemuan

Alat-alat Kehidupan
Tokoh Peneliti
Kjokkenmonddiger
Sumatera Timur (Langsa-Medan)
Sampung
Pebble, kapak pendek, batu pipisan
Ujung mata panah, flakes, batu pipisan, alat-alat dari tulang
Dr. Van Stein Callenpels
Van Callenfels
Abris Sous Roche
Besuki, Bojonegoro, Lamoncong/Sulawesi Selatan
Timor dan Rote
Ujung mata panah, alat-alat tulang Pebble, kapak pendek. Alat-alat dari tulang dan kerang
Flakes, ujung mata panah
Van Heekeren
Frits Sarasin dan Paul Sarasin
Alfred Buhler

Tabel 1.4 Kebudayaan Mesolithikum

-----------------------------------------------------------------------------------------------------
Dengan adanya keberadaan manusia jenis Papua Melanosoide di Indonesia sebagai pendukung kebudayaan Mesolithikum, maka para arkeolog melakukan penelitian terhadap penyebaran pebble dan kapak pendek sampai ke daerah teluk Tonkin daerah asal bangsa Papua Melanosoide. Dari hasil penyelidikan tersebut, maka ditemukan pusat pebble dan kapak pendek berasal dari pegunungan Bacson dan daerah Hoabinh, di Asia Tenggara. Tetapi di daerah tersebut tidak ditemukan flakes, sedangkan di dalam Abris Sous Roche banyak ditemukan flakes bahkan di pulau Luzon (Filipina) juga ditemukan flakes. Ada kemungkinan kebudayaan flakes berasal dari daratan Asia, masuk ke Indonesia melalui Jepang, Formosa dan Philipina.
Berdasarkan uraian materi di atas dapatlah disimpulkan:
.a. Kebudayaan Bacson - Hoabinh yang terdiri dari pebble, kapak pendek serta alatalat dari tulang masuk ke Indonesia melalui jalur barat.
.b. Kebudayaan flakes masuk ke Indonesia melalui jalur timur. Untuk lebih memahami penyebaran kebudayaan Mesolithikum ke Indonesia, maka simaklah gambar 1.6 peta penyebaran kebudayaan tersebut ke Indonesia.
penyebaran kebudayaan Mesolithikum ke Indonesia, maka simaklah gambar 1.6 peta penyebaran kebudayaan tersebut ke Indonesia.

Setelah mengamati gambar 1.6, sekarang coba Anda bandingkan peta jalur penyebaran kebudayaan Mesolithikum dengan peta penyebaran kebudayaan Plaeolithikum.
Dari uraian materi yang telah disajikan, maka tentu Anda dapat membandingkan penyebaran kebudayaan Mesolithikum lebih banyak dibandingkan dengan penyebaran kebudayaan Palaeolithikum. Dengan demikian masyarakat prasejarah selalu mengalami perkembangan. Pergantian zaman dari Mesolithikum ke zaman Neolithikum membuktikan bahwa kebudayaannya mengalami perkembangan dari tingkat sederhana ke tingkat yang lebih kompleks.

Kamis, 24 April 2014

Kebudayaan Neolitikum

Hasil kebudayaan yang terkenal pada zaman Neolithikum ini adalah jenis kapak persegi dan kapak lonjong. Untuk meningkatkan pemahaman Anda tentang perkembangan kapak tersebut, maka amatilah gambar 1.7 di bawah ini.

Masih ingatkah Anda nama kapak pada gambar 1.7?
Kalau Anda ingat nama kapak tersebut berarti Anda masih ingat asal-usul penyebaran kapak tersebut melalui suatu migrasi bangsa Asia ke Indonesia.
Nama kapak persegi diberikan oleh Van Heine Heldern atas dasar penampang lintangnya yang berbentuk persegi panjang atau trapesium.
Penampang kapak persegi tersedia dalam berbagai ukuran, ada yang besar dan kecil. Yang ukuran besar lazim disebut dengan beliung dan fungsinya sebagai cangkul/ pacul. Sedangkan yang ukuran kecil disebut dengan Tarah/Tatah dan fungsinya sebagai alat pahat/alat untuk mengerjakan kayu sebagaimana lazimnya pahat.
Bahan untuk membuat kapak tersebut selain dari batu biasa, juga dibuat dari batu api/chalcedon. Kemungkinan besar kapak yang terbuat dari calsedon hanya dipergunakan sebagai alat upacara keagamaan, azimat atau tAnda kebesaran. Untuk lebih jelasnya bentuk kapak persegi dari chalcedon, maka amatilah gambar 1.8 berikut ini.


Gambar 1.8. Kapak Chalcedon
Daerah asal kapak persegi adalah daratan Asia masuk ke Indonesia melalui jalur barat dan daerah penyebarannya di Indonesia adalah Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.
Walaupun kapak persegi berasal dari daratan Asia, tetapi di Indonesia banyak ditemukan pabrik/tempat pembuatan kapak tersebut yaitu di Lahat (Sumatera Selatan), Bogor, Sukabumi, Karawang, Tasikmalaya, Pacitan serta lereng selatan gunung Ijen (Jawa Timur).
Pada waktu yang hampir bersamaan dengan penyebaran kapak persegi, di Indonesia Timur juga tersebar sejenis kapak yang penampang melintangnya berbentuk lonjong sehingga disebut kapak lonjong.
Untuk mengetahui bentuk kapak lonjong, silahkan Anda amati gambar 1.9 berikut ini.


Gambar 1.9. Kapak Lonjong
Sebagian besar kapak lonjong dibuat dari batu kali, dan warnanya kehitam-hitaman. Bentuk keseluruhan dari kapak tersebut adalah bulat telur dengan ujungnya yang lancip menjadi tempat tangkainya, sedangkan ujung lainnya diasah hingga tajam. Untuk itu bentuk keseluruhan permukaan kapak lonjong sudah diasah halus.
Ukuran yang dimiliki kapak lonjong yang besar lazim disebut dengan Walzenbeil dan yang kecil disebut dengan Kleinbeil, sedangkan fungsi kapak lonjong sama dengan kapak persegi. Daerah penyebaran kapak lonjong adalah Minahasa, Gerong, Seram, Leti, Tanimbar dan Irian. Dari Irian kapak lonjong tersebar meluas sampai di Kepulauan Melanesia, sehingga para arkeolog menyebutkan istilah lain dari kapak lonjong dengan sebutan Neolithikum Papua.
Perhatikan Tabel Berikut:
Hasil kebudayaan Neolitikum
Ukuran
Jalur
Penyebaran
Daerah
Penyebaran di Indonesia
Fungsi
Manusia
Pendukung
Kapak Persegi
Beliung (Besar)
Tarah (Kecil)
Daratan Asia Malaysia Barat Sumatra
Jawa
Bali- Kalimantan
Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku
Alat pertanian, pacul dan alat upacara
Suku Nias, Toraja, Sasak, Dayak, Batak
(Proto Melayu)
Kapak Lonjong
Walzenbeil (Besar)
Kleinbeil (Kecil)
Daratan Asia Jepang
Formosa
Philipina
Minahasa
Irian
Irian , Leti, Tanimbar, Seram, Gorong, Minahasa
Alat Pertanian, Alat Upacara
 
Tabel 1.5 Hasil Kebudayaan Neolithikum dan Penyebarannya
Pada jaman Neolithikum selain berkembang kapak persegi dan kapak lonjong juga terdapat barang-barang yang lain seperti perhiasan, gerabah dan pakaian. Perhiasan yang banyak ditemukan umumnya terbuat dari batu, baik batu biasa maupun batu berwarna/batu permata atau juga terbuat dari kulit kerang.
Selain perhiasan, gerabah juga baru dikenal pada zaman Neolithikum, dan teknik pembuatannya masih sangat sederhana, karena hanya menggunakan tangan tanpa bantuan roda pemutar seperti sekarang. Sedangkan pakaian yang dikenal oleh masyarakat pada zaman Neolithikum dapat diketahui melalui suatu kesimpulan penemuan alat pemukul kayu di daerah Kalimantan dan Sulawesi Selatan. Hal ini berarti pakaian yang dikenal pada zaman Neolithikum berasal dari kulit kayu. Dan kesimpulan tersebut diperkuat dengan adanya pakaian suku dayak dan suku Toraja, yang terbuat dari kulit kayu.
Dengan adanya contoh-contoh kebudayaan Neolithikum, maka untuk memudahkan Anda memahami keseluruhan dari kebudayaan zaman batu. Simaklah tabel 1.6 berikut ini
Zaman
Hasil kebudayaan
Manusia pendukung
Ciri-ciri hasil budaya
Palaeolithikum
Kapak genggam chopper/kapak perimbas,alat serpih/ flekes, alat-alat tulang
- Homo Erectus
- Homo sapiens wajakensis
-Homo sapiens Soloensis
Batunya kasar
Belum dibentuk
Mesolothikum
Kjokkenmoddinger
Abris Sous Roche
Pebble, Hache Courte, Flakes
Ujung mata panah, pipisan
Papua Melanosoide
Batunya agak halus
Agak dibentuk sesuai kebutuhan
Neolithikum
Kapak persegi
Kapak lonjong
Perhiasan
Gerabah
Proto melayu
(suku Nias, Toraja, Dayak, sasak)
Batunya sudah halus
Dibentuk sesuai kebutuhan

Tabel 1.6 IKHTISAR KEBUDAYAAN ZAMAN BATU

Kamis, 03 April 2014

Biografi Moh.Hatta

Dr. H. Mohammad Hatta lahir di Bukittinggi, 12 Agustus 1902. Pria yang akrab disapa dengan sebutan Bung Hatta ini merupakan pejuang kemerdekaan RI yang kerap disandingkan dengan Soekarno. Tak hanya sebagai pejuang kemerdekaan, Bung Hatta juga dikenal sebagai seorang organisatoris, aktivis partai politik, negarawan, proklamator, pelopor koperasi, dan seorang wakil presiden pertama di Indonesia.

Kiprahnya di bidang politik dimulai saat ia terpilih menjadi bendahara Jong Sumatranen Bond wilayah Padang pada tahun 1916. Pengetahuan politiknya berkembang dengan cepat saat Hatta sering menghadiri berbagai ceramah dan pertemuan-pertemuan politik. Secara berkelanjutan, Hatta melanjutkan kiprahnya terjun di dunia politik.

Sampai pada tahun 1921 Hatta menetap di Rotterdam, Belanda dan bergabung dengan sebuah perkumpulan pelajar tanah air yang ada di Belanda, Indische Vereeniging. Mulanya, organisasi tersebut hanyalah merupakan organisasi perkumpulan bagi pelajar, namun segera berubah menjadi organisasi pergerakan kemerdekaan saat tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat, Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkusumu) bergabung dengan Indische Vereeniging yang kemudian berubah nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI).

Di Perhimpunan Indonesia, Hatta mulai meniti karir di jenjang politiknya sebagai bendahara pada tahun 1922 dan menjadi ketua pada tahun 1925. Saat terpilih menjadi ketua PI, Hatta mengumandangkan pidato inagurasi yang berjudul "Struktur Ekonomi Dunia dan Pertentangan Kekuasaan".

Dalam pidatonya, ia mencoba menganalisa struktur ekonomi dunia yang ada pada saat itu berdasarkan landasan kebijakan non-kooperatif. Hatta berturut-turut terpilih menjadi ketua PI sampai tahun 1930 dengan perkembangan yang sangat signifikan dibuktikan dengan berkembangnya jalan pikiran politik rakyat Indonesia.

Sebagai ketua PI saat itu, Hatta memimpin delegasi Kongres Demokrasi Internasional untuk perdamaian di Berville, Perancis, pada tahun 1926. Ia mulai memperkenalkan nama Indonesia dan sejak saat itu nama Indonesia dikenal di kalangan organisasi-organisasi internasional. Pada tahun 1927, Hatta bergabung dengan Liga Menentang Imperialisme dan Kolonialisme di Belanda dan berkenalan dengan aktivis nasionalis India, Jawaharhal Nehru.

Aktivitas politik Hatta pada organisasi ini menyebabkan dirinya ditangkap tentara Belanda bersama dengan Nazir St. Pamontjak, Ali Sastroamidjojo, dan Abdul madjid Djojodiningrat sebelum akhirnya dibebaskan setelah ia berpidato dengan pidato pembelaan berjudul: Indonesia Free.

Selanjutnya pada tahun 1932, Hatta kembali ke Indonesia dan bergabung dengan organisasi Club Pendidikan Nasional Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran politik rakyat Indonesia dengan adanya pelatihan-pelatihan.

Pada tahun 1933, Soekarno diasingkan ke Ende, Flores. Aksi ini menuai reaksi keras oleh Hatta. Ia mulai menulis mengenai pengasingan Soekarno pada berbagai media. Akibat aksi Hatta inilah pemerintah kolonial Belanda mulai memusatkan perhatian pada Partai Pendidikan Nasional Indonesia dan menangkap pimpinan para pimpinan partai yang selanjutnya diasingkan ke Digul, Papua.

Pada masa pengasingan di Digul, Hatta aktif menulis di berbagai surat kabar. Ia juga rajin membaca buku yang ia bawa dari Jakarta untuk kemudian diajarkan kepada teman-temannya. Selanjutnya, pada tahun 1935 saat pemerintahan kolonial Belanda berganti, Hatta dan Sjahrir dipindahlokasikan ke Bandaneira. Di sanalah, Hatta dan Sjahrir mulai memberi pelajaran kepada anak-anak setempat dalam bidang sejarah, politik, dan lainnya.

Setelah delapan tahun diasingkan, Hatta dan Sjahrir dibawa kembali ke Sukabumi pada tahun 1942. Selang satu bulan, pemerintah kolonial Belanda menyerah pada Jepang. Pada saat itulah Hatta dan Sjahrir dibawa ke Jakarta.

Pada awal Agustus 1945, nama Anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan berganti nama menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dengan Soekarno sebagai Ketua dan Hatta sebagai Wakil Ketua.

Sehari sebelum hari kemerdekaan dikumandangkan, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengadakan rapat di rumah Admiral Maeda. Panitia yang hanya terdiri dari Soekarno, Hatta, Soebardjo, Soekarni, dan Sayuti tersebut merumuskan teks proklamasi yang akan dibacakan keesokan harinya dengan tanda tangan Soekarno dan Hatta atas usul Soekarni.

Pada tanggal 17 Agustus 1945 di jalan Pagesangan Timur 56 tepatnya pukul 10.00 kemerdekaan Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia. Keesokan harinya, pada tanggal 18 Agustus 1945 Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia dan Hatta sebagai Wakil Presiden.

Berita kemerdekaan Republik Indonesia telah tersohor sampai Belanda. Sehingga, Belanda berkeinginan kembali untuk menjajah Indonesia. Dalam upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia, pemerintahan Republik Indonesia dipindah ke Jogjakarta. Ada dua kali perundingan dengan Belanda yang menghasilkan perjanjian linggarjati dan perjanjian Reville. Namun, kedua perjanjian tersebut berakhir kegagalan karena kecurangan Belanda.

Pada Juli 1947, Hatta mencari bantuan ke India dengan menemui Jawaharhal Nehru dan Mahatma Gandhi. Nehru berjanji, India dapat membantu Indonesia dengan melakukan protes terhadap tindakan Belanda dan agar dihukum pada PBB. Banyaknya kesulitan yang dialami oleh rakkyat Indonesia memunculkan aksi pemberontakan oleh PKI sedangkan Soekarno dan Hatta ditawan ke Bangka. Selanjutnya kepemimpinan perjuangan dipimpin oleh Jenderal Soedirman.

Perjuangan rakyat Indonesia tidak sia-sia. Pada tanggal 27 desembar 1949, Ratu Juliana memberikan pengakuan atas kedaulatan Indonesia kepada Hatta.

Setelah kemerdekaan mutlak Republik Indonesia, Hatta tetap aktif memberikan ceramah-ceramah di berbagai lembaga pendidikan. Dia juga masih aktif menulis berbagai macam karangan dan membimbing gerakan koperasi sesuai apa yang dicita-citakannya. Tanggal 12 Juli 1951, Hatta mengucapkan pidato di radio mengenai hari jadi Koperasi dan selang hari lima hari kemudian dia diangkat menjadi Bapak Koperasi Indonesia.

Hatta menikah dengan Rachim Rahmi pada tanggal 18 November 1945 di desa Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Pasangan tersebut dikaruniai tiga orang putri yakni Meutia, Gemala, dan Halida.
Pada tanggal 14 Maret 1980 Hatta wafat di RSUD dr. Cipto Mangunkusumo. Karena perjuangannya bagi Republik Indonesia sangat besar, Hatta mendapatkan anugerah tanda kehormatan tertinggi "Bintang Republik Indonesia Kelas I" yang diberikan oleh Presiden Soeharto.